Jumat, 29 Agustus 2008

Histerektomi

Histerektomi adalah operasi pengangkatan kandungan (rahim, uterus) seorang wanita. Dengan demikian, setelah menjalani histerektomi seorang wanita tidak mungkin lagi untuk hamil dan mempunyai anak.
Histerektomi biasanya dilakukan karena berbagai alasan. Penyebab yang paling sering dilakukan histerektomi adalah adanya kanker mulut rahim atau kanker rahim.

Beberapa penyebab lain adalah :
· Fibroid, yaitu tumor jinak rahim, terutama jika tumor ini menyebabkan perdarahan berkepanjangan, nyeri panggul, anemia, atau penekanan pada kandung kencing.
· Endometriosis, dimana dinding rahim bagian dalam seharusnya tumbuh di rahim saja, tetapi ikut tumbuh di indung telur (ovarium), tuba Fallopi, atau organ perut dan rongga panggul lainnya.
· Prolapsus uteri, yaitu keluarnya kandungan melalui vagina.
· Dll

Histerektomi terbagi dalam beberapa jenis yaitu :
· Histerektomi parsial (subtotal). Pada histerektomi jenis ini, kandungan diangkat tetapi mulut rahim (serviks) tetap ditinggal. Oleh karena itu, penderita masih dapat terkena kanker mulut rahim, sehingga masih perlu pemeriksaan Pap smear secara rutin.
· Histerektomi total, yaitu mengangkat kandungan termasuk mulut rahim.
· Histerektomi dan salfingo-ooforektomi bilateral, yaitu pengangkatan uterus, mulut rahim, kedua tuba fallopi, dan kedua ovarium. Pengangkatan ovarium menyebabkan keadaan seperti menopause.
· Histerektomi radikal, dimana histerektomi diikuti dengan pengangkatan bagian atas vagina serta jaringan dan kelenjar limfe di sekitar kandungan. Operasi ini biasanya dilakukan pada beberapa jenis kanker tertentu.
Selain itu, histerektomi dapat dilakukan melalui irisan di perut atau melalui vagina. Pilihan teknik ini tergantung pada jenis histerektomi yang akan dilakukan, jenis penyakit yang mendasari, dan berbagai pertimbangan lain.

Secsio Cesarea

A. Defenisi
Adalah suatu tindakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut (laparatomi) dan dinding uterus (histerektomi)..(dunn j. Leen obstetrics and gynekology)
B. Etiologi
Ini biasanya dilakukan jika ada gangguan pada salah satu dari tiga faktor yang terlibat dalam proses persalinan yang menyebabkan persalinan tidak dapat berjalan lancar dan bila dibiarkan maka dapat terjadi komplikasi yang dapat membahayakan ibu dan janin. 3 faktor tersebut adalah :
· Jalan lahir (passage)
· Janin (passanger)
· Kekuatan yang ada pada ibu (power)
C. Indikasi
Didasarkan atas 3 faktor :
1. Faktor janin.
a. Bayi terlalu besar
Berat bayi 4000 gram atau lebih (giant baby), menyebabkan bayi sulit keluar dari jalan lahir. Dengan perkiraan berat yang sama tetapi pada ibu yang berbeda maka tindakan persalinan yang dilakukan juga berbeda. Misalnya untuk ibu yang mempunyai panggul terlalu sempit, berat janin 3000 gram sudah dianggap besar karena bayi tidak dapat melewati jalan lahir. Selain janin yang besar, berat janin kurang dari 2,5 kg, lahir prematur, dan dismatur, atau pertumbuhan janin terlambat , juga menjadi pertimbangan dilakukan seksiocaesarea.
b. Kelainan letak
- Letak sungsang.
Resiko bayi lahir sungsang dengan presentasi bokong pada persalinan alami diperkirakan 4x lebih besar dibandingkan keadaan normal. Pada bayi aterm, tahapan moulage kepala sangat penting agar kepala berhasil lewat jalan lahir. Pada keadaan ini persalinan pervaginam kurang menguntungkan. Karena ; pertama, persalinan terlambat beberapa menit, akibat penurunan kepala menyesuaikan dengan panggul ibu, padahal hipoksia dan asidosis bertambah berat. Kedua, persalinan yang dipacu dapat menyebabkan trauma karena penekanan, traksi ataupun kedua-duanya. Misalnya trauma otak, syaraf, tulang belakang, tulang rangka dan viseral abdomen.
- Letak lintang.
Kelainan letak ini dapat disebabkan karena adanya tumor dijalan lahir, panggul sempit, kelainan dinding rahim, kelainan bentuk rahim, plesenta previa, cairan ketuban pecah banyak, kehamilan kembar dan ukuran janin. Keadaan tersebut menyebabkan keluarnya bayi terhenti dan macet dengan presentasi tubuh janin di dalam rahim. Bila dibiarkan terlalu lama, mengakibatkan janin kekurangan oksigen dan meyebabkan kerusakan otak janin.
- Gawat janin
Diagnosa gawat janin berdasarkan pada keadaan kekurangan oksigen (hipoksia) yang diketahui dari DJJ yang abnormal, dan adanya mekonium dalam air ketuban. Normalnya, air ketuban pada bayi cukup bulan berwarna putih agak keruh, seperti air cucian beras. Jika tindakan seksio caesarea tidak dilakukan, dikhawatirkan akan terjadi kerusakan neurologis akibat keadaan asidosis yang progresif.
- Janin abnormal
Misalnya pada keadaan hidrosefalus, kerusakan Rh dan kerusakan genetik.
2. Plasenta
a. Plasenta previa.
Posisi plasenta terletak di bawah rahim dan menutupi sebahgian dan atau seluruh jalan lahir.
Dalam keadaan ini, plasenta mungkin lahit lebih dahulu dari janin. Hal ni menyebabkan janin kekurangan O2 dan nutrisi yang biasanya diperoleh lewat plasenta. Bila tidak dilakukan SC, dikhawatirkan terjadi perdarahan pada tempat implantasi plasenta sehingga serviks dan SBR menjadi tipis dan mudah robek.
b. Solusio plasenta
Keadaan dimana plasenta lepas lebih cepat dari korpus uteri sebelum janin lahir. SC dilakukan untuk mencegah kekurangan oksigen atau keracunan air ketuban pada janin. Terlepasnya plasenta ditandai dengan perdarahan yang banyak, baik pervaginam maupun yang menumpuk di dalam rahim.
c. - Plasenta accreta
Merupakan keadaan menempelnya sisa plasenta di otot rahim. Jika sisa plasenta yang menempel sedikit, maka rahim tidak perlu diangkat, jika banyak perlu dilakukan pengangkatan rahim.
d. Yasa previa
Keadaan dimana adanya pembuluh darah dibawah rahim yang bila dilewati janin dapat menimbulkan perdarahan yang banyak.
3. Kelainan tali pusat.
a. Pelepasan tali pusat (tali pusat menumbung)
Keadaan dimana tali pusat berada di depan atau di samping bagian terbawah janin, atau tali pusat telah berada dijalan lahir sebelum bayi, dan keadaan bertambah buruk bila tali pusat tertekan.
b. Terlilit tali pusat
Lilitan tali pusat ke tubuh janin akan berbahaya jika kondisi tali pusat terjepit atau terpelintir sehinggga aliran oksigen dan nutrisi ketubuh janin tidak lancar. Lilitan tali pusat mengganggu turunnya kepala janin yang sudah waktunya dilahirkan.
c. Bayi kembar
Kelahiran kembar mempunyai resiko terjadinya komplikasi yang lebih tinggi misalnya terjadi preeklamsia pada ibu hamil yang stress, cairan ketuban yang berlebihan.
4. Faktor ibu
a. Usia
Ibu ynag melahirkan untuk pertama kalinya diatas 35th, memiliki resiko melahirkan dengan seksiocaesarea karena pada usia tersebut ibu memiliki penyakit beresiko seperti hipertensi, jantung, DM, dan preeklamsia.
b. Cephalopevic disspiroprion.
Ukuran panggul yang sempit dan tidak proporsional dengan ukuran janin menimbulkan kesulitan dalam persalinan pervaginam. Panggul sempit lebih sering pada wanita dengan tinggi badan kurang dari 145 cm. Kesempitan panggul dapat ditemukan pada satu bidang atau lebih, PAP dianggap sempit bila konjunctiva vera kurang dari 10 cm atau diameter transversal <12>6 minggu solusio plasenta, dan emboli air ketuban.
Retensio plasenta atau plasenta rest, :gangguan pelepasan plasenta menimbulakan perdarahan dari tempat implantasi palsenta
c. Infeksi
Setiap tindakan operasi vaginal selalu diikuti oleh kontaminasi bakteri, sehingga menimbulkan infeksi. Infeksi makin meningkat apabila didahului oleh :
Keadaan umum yang kurang baik: anemia saat hamil, sudah terdapat manipulasi intra-uterin, sudah terdapat infeksi.
Perluakaan operasi yang menjadi jalan masuk bakteri.Terdapat retensio plasenta
Pelaksanaan operasi persalinan yang kurang legeartis.
d. Trauma tindakan operasi persalinan .
Operasi merupakan tindakan paksa pertolongan persalinan sehingga menimbulkan trauma jalan lahir. Trauma operasi persalinan dijabarkan sebagai berikut :
- Perluasan luka episiotomi
- Perlukaan pada vagian
- Perlukaan pada serviks
- Perlukaan pada forniks-kolfoporeksis
- Terjadi ruptura uteri lengkap atau tidak lengkap
- Terjadi fistula dan ingkontinensia
5. Komplikasi pada janin
Terjadi ”trias komplikasi” bayi dalam bentuk : asfiksia, trauma tindakan, dan infeksi.
a. Asfiksia
- Tekanan langsung pada kepala yang mengakibatkan penekanan pusat-pusat vital pada medula oblongata
- Aspirasi oleh air ketuban, mekonium,dan cairan lambung
- Perdarahan atau edema jaringan saraf pusat.
b. Trauma langsung pada bayi
- Fraktura ekstremitas
- Dislokasi persendian
- Ruptur alat-alat vital :hati, lien dan robekan pada usus.
- Fraktur tulang kepala
- Perdarahan atau trauma jaringan otak
- Trauma langsung pada mata, telinga, hidung, dan lainnya.
c. Infeksi. Dapat terjadi infeksi ringan sampai sepsis yang dapat menyebabkan kematian.

Asuhan keperawatan pada klien post natal dengan SC
A. Pengkajian
1. Identitas klien : nama, umur, tempat/tangal lahir, alamat, pekerjaan.
2. Riwayat kesehatan sekarang
- Nyeri bekas insisi
- Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah karena anestesi spinal dan epidural
- Ketidaknyamanan atau distensi abdomen dan kandung kemih
- Mulut terasa kering
- Perasaan penuh pada abdomen
- Kesulitan BAB
- Nyeri/ sakit kepala dan kelemahan
- Klien merasa cemas, gelisah, gembira atau ekspresi lainnya.
3. Riwayat kesehatan dahulu
- Riwayat pada saluran urogenital
- Riwayat SC klasik
- Riwayat obstetri yang jelek
- Riwayat pre-eklamsia dan eklamsia selama kehamilan dan kehamilan sebelumnya
- Riwayat tumor jalan lahir
- Riwayat stenosis serviks / vagina pada post partum terdahulu
- Riwayat primigravida tua
4. Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat DM
- Riwayat penyakit menular dalam keluarga
5. Riwayat menstruasi
- Siklus menstruasi
- Lama menstruasi
- Gangguan menstruasi seperti dismenorhea, hipermenorhea dll
- Umur menarche
6. Riwayat perkawinan
- Riwayat menikah
- Riwayat waktu pertama kali mendapat keturunan
7. Riwayat keluarga berencana
- Alat kb yang digunakan
- Lama & waktu penggunaan
- Efek yang dirasakan
-
B. Pemeriksaan fisik:
1. Tanda-tanda vital :tekanan darah, suhu, pernafasan dan nadi.
Keadaan umum. Kesadaran : composmentis
- Klien terlihat cemas dan gelisah dan tidak mampu mempertahankan kontak mata, Bibir/ mulut kering
Sirkulasi : Kehilangan darah selama pembedahan sekitar 600-800 ml.
Reproduksi : Fundus mengalami kontraksi yang terdapat di umbilikalis, Aliran lochea sedang, bekas bekuan belebihan/ banyak.
Pernafasan : Bunyi paru jelas dan vesikuler
Eliminasi : Terpasang kateter urinarius redweling, urin jernih.
Abdomen : Tidak terdapat distensi, ukur jumlah bising usus.
Neurosensori : Kerusakan gerakan dan sensasi dibawah pengaruh anestesi spinal dan epidural
Keamanan : Balutan abdomen bersih atau bisa tampak sedikit noda .
2. Pemeriksaan diagnostik:
a. Hitung darah lengkap, Hb, Ht.
b. Urinalisis :kultur urin, darah, vagina, lochea.
C. Diagnosa keperawatan
a. Ketidaknyamanan : nyeri b.d trauma pembedahan, afek anestasi, efek hormonal, distensi kandung kemih / abdomen.
b. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
c. Resiko cidera b.d kehilangan darah berlebihan, trauma jaringan, perlambatan mobilisasi, gastrik, efek anastesi,.
d. Ansietas b.d krisis situasi, ancaman konsep diri, kbutuhan tak terpenuhi.
e. Perubahan eliminasi urin b.d trauma urogenotal, efek-efek hormonal, efek enestasi
f. Konstipasi b.d penurunan tonus otot, motilitas usus, nyeri perineal dan rektal.
g. Perubahan proses keluarga b.d penambahan jumlah anggota keluarga
h. Harga diri rendah b.d merasa gagal dalam peristiwa kehidupan.

D. Intervensi keperawtan
1. Dx. 1 Ketidaknyamanan: nyeri b.d trauma pembedahan, efek anestesi, efek hormonal, distensi kandung kemih/abdomen.
Tujuannya : mengurangi nyeri yang dirasakan pasien dan meningkatkan kenyamanan pasien.
Kriteria hasil :
a. Menunjukkan penurunan rentang nyeri
b. Tampak rileks, mampu tidur/ istirahat dengan baik.
c. Ttv dalam batas normal
Intervensi mandiri dan Rasional
a. Tentukan karakteristik dan lokasi ketidaknyamanan. Perhatikan isyarat verbal&nonverbalRas : Membedakan karakteristik pasca operasi dan terjadinya komplikasi
b. Evaluasi tekanan darah dan nadi
Ras : Nyeri dapat meningkatkan tekanan darah dan denyut nadi
c. 3.Perhatikan nyeri tekan uterus dan adanya nyeri penyerta
Ras : Selama 12 jam pp, kontraksi uterus kuat dan teratur dan berlanjut sampai 2-3 hari, meskipun frekuensi dan intensitasnya menurun secara bertahap. Nyeri penyerta akibat over kontraksi uterus, menyusui.
d. Ubah posisi klien, kurangi rangsangan yang berbahaya dan berikan masase pungungRas : Merilekskan dan mengalihkan perhatian ari sensasi nyeri
e. Palpasi kandung kemih
Ras : Overdistensi kandung kemih dapat menimbulkan ketidaknyamanan.
f. Anjurkan posisi berbaring datar
Ras : Merinagnkan gejala sakit kepala akibat peningkatan tekanan css
Intervensi kolaborasi
g. Beri analgesik setiap 3-4 jam, berikan obat 48-60 menit sebelum menyusuiRas : Meningkatkan kenyamanan
h. Tinjau ulang penggunaan analgetik terkontrol dan sesuai indikasi
Ras : Analgetik yang terkontrol dapt menghilangkan nyeri dengan cepat dan tanpa efek samping
2. Dx 2. Resiko infeksi b.d prosedur invasif, pecah ketuban, kerusakan kulit, penurunan hemoglobin, pemajanan pada patogen.
Tujuan :
a. infeksi tidak terjadi pada ibu
b. pencapaian tepat waktu pada pemulihan luka tanpa komplikasi
Intervensi mandiri
Rasional
a. Tinjau ulang kondisi/faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat waktu pecah ketuban.
Ras : Kondisi dasar ibu, seperti diabetes atau hemoragi, menimbulkan potensial resiko infeksi atau penyembuhan luka yang buruk. Resiko korioamnionitis meningkat dengan berjalannya waktu, sehingga meningkatkan resiko infeksi ibu dan janin.
b. Kaji terhadap tanda dan gejala infeksi (misalnya: peningkatan suhu, nadi, jumlah sel darah putih, atau bau/warna rabas vagina).
Ras : Pecah ketuban terjadi 24jam sebelum pembedahan dapat menyebabkan amnionitis sebelum intervensi bedah dan dapat mengubah penyembuhan luka.
c. Berikan perawatan perineal sedikitnya setiap 4 jam bila ketuban telah pecah.
Ras : Menurunkan resiko infeksi asenden.
Intervensi kolaborasi
d. Lakukan persiapan kulit pra operatif, scrub sesuai protokol.
Ras : Menurunkan resiko kontaminan kulit memasuki insisi, menurunkan resiko infeksi pasca operrasi.
e. Dapatka kultur darah, vagina, plasenta sesuai indikasi.
Ras : Mengidentifikasi organisme yang menginfeksi dan tingkat keterlibatan.

Ca Serviks

A. Pengertian
Kanker serviks adalah penyakit akibat tumor ganas pada daerah mulut rahim sebagai akibat dari adanya pertumbuhan jaringan yang tidak terkontrol dan merusak jaringan normal di sekitarnya (FKUI, 1990; FKKP, 1997).
B. Etiologi
Penyebab kanker serviks belum jelas diketahui namun ada beberapa faktor resiko dan predisposisi yang menonjol, antara lain :
1. Umur pertama kali melakukan hubungan seksual
Penelitian menunjukkan bahwa semakin muda wanita melakukan hubungan seksual semakin besar mendapat kanker serviks. Kawin pada usia 20 tahun dianggap masih terlalu muda
2. Jumlah kehamilan dan partus
Kanker serviks terbanyak dijumpai pada wanita yang sering partus. Semakin sering partus semakin besar kemungkinan resiko mendapat karsinoma serviks.
3. Jumlah perkawinan
Wanita yang sering melakukan hubungan seksual dan berganti-ganti pasangan mempunyai faktor resiko yang besar terhadap kankers serviks ini.
4. Infeksi virus
Infeksi virus herpes simpleks (HSV-2) dan virus papiloma atau virus kondiloma akuminata diduga sebagai factor penyebab kanker serviks
5. Sosial Ekonomi
Karsinoma serviks banyak dijumpai pada golongan sosial ekonomi rendah mungkin faktor sosial ekonomi erat kaitannya dengan gizi, imunitas dan kebersihan perseorangan. Pada golongan sosial ekonomi rendah umumnya kuantitas dan kualitas makanan kurang hal ini mempengaruhi imunitas tubuh.
6. Hygiene dan sirkumsisi
Diduga adanya pengaruh mudah terjadinya kankers serviks pada wanita yang pasangannya belum disirkumsisi. Hal ini karena pada pria non sirkum hygiene penis tidak terawat sehingga banyak kumpulan-kumpulan smegma.
7. Merokok dan AKDR (alat kontrasepsi dalam rahim)
Merokok akan merangsang terbentuknya sel kanker, sedangkan pemakaian AKDR akan berpengaruh terhadap serviks yaitu bermula dari adanya erosi diserviks yang kemudian menjadi infeksi yang berupa radang yang terus menerus, hal ini dapat sebagai pencetus terbentuknya kanker serviks.



C. Klasifikasi pertumbuhan sel akan kankers serviks
Mikroskopis
1. Displasia
Displasia ringan terjadi pada sepertiga bagaian basal epidermis. Displasia berat terjadi pada dua pertiga epidermi hampir tdk dapat dibedakan dengan karsinoma insitu.
2. Stadium karsinoma insitu
Pada karsinoma insitu perubahan sel epitel terjadi pada seluruh lapisan epidermis menjadi karsinoma sel skuamosa. Karsinoma insitu yang tumbuh didaerah ektoserviks, peralihan sel skuamosa kolumnar dan sel cadangan endoserviks.
3. Stadium karsionoma mikroinvasif.
Pada karksinoma mikroinvasif, disamping perubahan derajat pertumbuhan sel meningkat juga sel tumor menembus membrana basalis dan invasi pada stoma sejauh tidak lebih 5 mm dari membrana basalis, biasanya tumor ini asimtomatik dan hanya ditemukan pada skrining kanker.
4. Stadium karsinoma invasif
Pada karsinoma invasif perubahan derajat pertumbuhan sel menonjol besar dan bentuk sel bervariasi. Petumbuhan invasif muncul diarea bibir posterior atau anterior serviks dan meluas ketiga jurusan yaitu jurusan forniks posterior atau anterior, jurusan parametrium dan korpus uteri.
5. Bentuk kelainan dalam pertumbuhan karsinoma serviks
Pertumbuhan eksofilik, berbentuk bunga kool, tumbuh kearah vagina dan dapat mengisi setengah dari vagina tanpa infiltrasi kedalam vagina, bentuk pertumbuhan ini mudah nekrosis dan perdarahan.
Pertumbuhan endofilik, biasanya lesi berbentuk ulkus dan tumbuh progesif meluas ke forniks, posterior dan anterior ke korpus uteri dan parametrium.
Pertumbuhan nodul, biasanya dijumpai pada endoserviks yang lambatlaun lesi berubah bentuk menjadi ulkus.

Markroskopis
1. Stadium preklinis
Tidak dapat dibedakan dengan servisitis kronik biasa
2. Stadium permulaan
Sering tampak sebagian lesi sekitar osteum externum
3. Stadium setengah lanjut
Telah mengenai sebagian besar atau seluruh bibir porsio
4. Stadium lanjut
Terjadi pengrusakan dari jaringan serviks, sehingga tampaknya seperti ulkus dengan jaringan yang rapuh dan mudah berdarah.

D. Gejala Klinis
1. Perdarahan Sifatnya bisa intermenstruit atau perdarahan kontak, kadang-kadang perdarahan baru terjadi pada stadium selanjutnya. Pada jenis intraservikal perdarahan terjadi lambat.
2. Biasanya menyerupai air, kadang-kadang timbulnya sebelum ada perdarahan. Pada stadium lebih lanjut perdarahan dan keputihan lebih banyak disertai infeksi sehingga cairan yang keluar berbau.

E. Pemeriksaan diagnostik
1. Sitologi/Pap Smear
Keuntungan, murah dapat memeriksa bagian-bagian yang tidak terlihat.
Kelemahan, tidak dapat menentukan dengan tepat lokalisasi.
2. Schillentest
Epitel karsinoma serviks tidak mengandung glycogen karena tidak mengikat yodium. Kalau porsio diberi yodium maka epitel karsinoma yang normal akan berwarna coklat tua, sedang yang terkena karsinoma tidak berwarna.
3. Koloskopi
Memeriksa dengan menggunakan alat untuk melihat serviks dengan lampu dan dibesarkan 10-40 kali.
Keuntungan ; dapat melihat jelas daerah yang bersangkutan sehingga mudah untuk melakukan biopsy.
Kelemahan ; hanya dapat memeiksa daerah yang terlihat saja yaitu porsio, sedang kelianan pada skuamosa columnar junction dan intra servikal tidak terlihat.
4. Kolpomikroskopi
Melihat hapusan vagina (Pap Smear) dengan pembesaran sampai 200 kali
5. Biopsi
Dengan biopsi dapat ditemukan atau ditentukan jenis karsinomanya.
6. Konisasi
Dengan cara mengangkat jaringan yang berisi selaput lendir serviks dan epitel gepeng dan kelenjarnya. Konisasi dilakukan bila hasil sitologi meragukan dan pada serviks tidak tampak kelainan-kelainan yang jelas.

F. Klasifikasi klinis
- Stage 0: Ca.Pre invasif
- Stage I: Ca. Terbatas pada serviks
- Stage Ia ; Disertai invasi dari stroma yang hanya diketahui secara histopatologis
- Stage Ib : Semua kasus lainnya dari stage I
- · Stage II : Sudah menjalar keluar serviks tapi belum sampai kepanggul telah mengenai dinding vagina. Tapi tidak melebihi dua pertiga bagian proksimal
- Stage III : Sudah sampai dinding panggula dan sepertiga bagian bawah vagina
- Stage IIIB : Sudah mengenai organ-organ lain.

G. Terapi
1. Irradiasi
o Dapat dipakai untuk semua stadium
o Dapat dipakai untuk wanita gemuk tua dan pada medical risk
o Tidak menyebabkan kematian seperti operasi.
Dosis :
Penyinaran ditujukan pada jaringan karsinoma yang terletak diserviks
Komplikasi Irradiasi
o Kerentanan kandungan kencing
o Diarrhea
o Perdarahan rectal
o Fistula vesico atau rectovaginalis
2. Operasi
o Operasi limfadektomi untuk stadium I dan II
o Operasi histerektomi vagina yang radikal
3. Kombinasi (Irradiasi dan pembedahan)
Tidak dilakukan sebagai hal yang rutin, sebab radiasi menyebabkan bertambahnya vaskularisasi, odema. Sehingga tindakan operasi berikutnya dapat mengalami kesukaran dan sering menyebabkan fistula, disamping itu juga menambah penyebaran kesistem limfe dan peredaran darah.
4. Cytostatika : Bleomycin, terapi terhadap karsinoma serviks yang radio resisten. 5 % dari karsinoma serviks adalah resisten terhadap radioterapi, diangap resisten bila 8-10 minggu post terapi keadaan masih tetap sama.

H. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
Data dasar
Pengumpulan data pada pasien dan keluarga dilakukan dengan cara anamnesa, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan penunjang
Data pasien :
Identitas pasien, usia, status perkawinan, pekerjaan jumlah anak, agama, alamat jenis kelamin dan pendidikan terakhir.
Keluhan utama : pasien biasanya datang dengan keluhan intra servikal dan disertai keputihan menyerupai air.
Riwayat penyakit sekarang :
Biasanya klien pada stsdium awal tidak merasakan keluhan yang mengganggu, baru pada stadium akhir yaitu stadium 3 dan 4 timbul keluhan seperti : perdarahan, keputihan dan rasa nyeri intra servikal.
Riwayat penyakit sebelumnya :
Data yang perlu dikaji adalah :
Riwayat abortus, infeksi pasca abortus, infeksi masa nifas, riwayat ooperasi kandungan, serta adanya tumor. Riwayat keluarga yang menderita kanker.
Keadaan Psiko-sosial-ekonomi dan budaya:
Ca. Serviks sering dijumpai pada kelompok sosial ekonomi yang rendah, berkaitan erat dengan kualitas dan kuantitas makanan atau gizi yang dapat mempengaruhi imunitas tubuh, serta tingkat personal hygiene terutama kebersihan dari saluran urogenital.
Data khusus:
a. Riwayat kebidanan ; paritas, kelainan menstruasi, lama,jumlah dan warna darah, adakah hubungan perdarahan dengan aktifitas, apakah darah keluar setelah koitus, pekerjaan yang dilakukan sekarang
b. Pemeriksaan penunjang
Sitologi dengan cara pemeriksaan Pap Smear, kolposkopi, servikografi, pemeriksaan visual langsung, gineskopi.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahn intraservikal
b. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d penurunan nafsu makan
c. Gangguan rasa nyama (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
d. Cemas b.d terdiagnose c.a serviks sekunder akibat kurangnya pengetahuan tentang Ca. Serviks dan pengobatannya.
e. Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan terhadap pemberian sitostatika.

3. Perencanaan
Gangguan perfusi jaringan (anemia) b.d perdarahan masif intra cervikal
Tujuan :
Setelah diberikan perawatan selama 1 X 24 jam diharapkan perfusi jaringan membaik
Kriteria hasil :
- Perdarahan intra servikal sudah berkurang
- Konjunctiva tidak pucat
- Mukosa bibir basah dan kemerahan
- Ektremitas hangat
- Hb 11-15 gr %
- Tanda vital 120-140 / 70 - 80 mm Hg, Nadi : 70 - 80 X/mnt, S : 36-37 Derajat C, RR : 18 - 24 X/mnt.
Intervensi :
- Observasi tanda-tanda vital
- Observasi perdarahan ( jumlah, warna, lama )
- Cek Hb
- Cek golongan darah
- Beri O2 jika diperlukan
- Pemasangan vaginal tampon.
- Therapi IV

Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d penurunan nafsu makan.
Tujuan :
Setelah dilakukan perawatan kebutuhan nutrisi klien akan terpenuhi
Kriteria hasil :
- Tidak terjadi penurunan berat badan
- Porsi makan yang disediakan habis.
- Keluhan mual dan muntah kurang
Intervensi :
- Jelaskan tentang pentingnya nutrisi untuk penyembuhan
- Berika makan TKTP
- Anjurkan makan sedikit tapi sering
- Jaga lingkungan pada saat makan
- Pasang NGT jika perlu
- Beri Nutrisi parenteral jika perlu.

Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d proses desakan pada jaringan intra servikal
Tujuan
Setelah dilakukan tindakan 1 X 24 jam diharapka klien tahu cara-cara mengatasi nyeri yang timbul akibat kanker yang dialami
Kriteria hasil :
- Klien dapat menyebutkan cara-cara menguangi nyeri yang dirasakan
- Intensitas nyeri berkurangnya
- Ekpresi muka dan tubuh rileks
Intervensi :
- Tanyakan lokasi nyeri yang dirasakan klien
- Tanyakan derajat nyeri yang dirasakan klien dan nilai dengan skala nyeri.
- Ajarkan teknik relasasi dan distraksi
- Anjurkan keluarga untuk mendampingi klien
- Kolaborasi dengan tim paliatif nyeri

Cemas yang b.d terdiagnose kanker serviks sekunder kurangnya pengetahuan tentang kanker serviks, penanganan dan prognosenya.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan selama 1 X 30 menit klien mendapat informasi tentang penyakit kanker yang diderita, penanganan dan prognosenya.
Kriteria hasil :
- Klien mengetahui diagnose kanker yang diderita
- Klien mengetahui tindakan - tindakan yang harus dilalui klien.
- Klien tahu tindakan yang harus dilakukan di rumah untuk mencegah komplikasi.
- Sumber-sumber koping teridentifikasi
- Ansietas berkurang
- Klien mengutarakan cara mengantisipasi ansietas.
Tindakan :
- Berikan kesempatan pada klien dan klien mengungkapkan persaannya.
- Dorong diskusi terbuka tentang kanker, pengalaman orang lain, serta tata cara mengentrol dirinya.
- Identifikasi mereka yang beresiko terhadap ketidak berhasilan penyesuaian. ( Ego yang buruk, kemampuan pemecahan masalah tidak efektif, kurang motivasi, kurangnya sistem pendukung yang positif).
- Tunjukkan adanya harapan
- Tingkatkan aktivitas dan latihan fisik

Resiko tinggi terhadap gangguan konsep diri b.d perubahan dalam penampilan sekunder terhadap pemberian sitostatika.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan perawatan, konsep diri dan persepsi klien menjadi stabil
Kriteria hasil :
- Klien mampu untuk mengeskpresikan perasaan tentang kondisinya
- Klien mampu membagi perasaan dengan perawat, keluarga dan orang dekat.
- Klien mengkomunikasikan perasaan tentang perubahan dirinya secara konstruktif.
- Klien mampu berpartisipasi dalam perawatan diri.
Intervensi :
- Kontak dengan klien sering dan perlakukan klien dengan hangat dan sikap positif.
- Berikan dorongan pada klien untuk mengekpresikanbperasaan dan pikian tentang kondisi, kemajuan, prognose, sisem pendukung dan pengobatan.
- Berikan informasi yang dapat dipercaya dan klarifikasi setiap mispersepsi tentang penyakitnya.
- Bantu klien mengidentifikasi potensial kesempatan untuk hidup mandiri melewati hidup dengan kanker, meliputi hubungan interpersonal, peningkatan pengetahuan, kekuatan pribadi dan pengertian serta perkembangan spiritual dan moral.
- Kaji respon negatif terhadap perubahan penampilan (menyangkal perubahan, penurunan kemampuan merawat diri, isolasi sosial, penolakan untuk mendiskusikan masa depan.
- Bantu dalam penatalaksanaan alopesia sesuai dengan kebutuhan.
- Kolaborasi dengan tim kesehatan lain yang terkait untuk tindakan konseling secara profesional.

Senin, 25 Agustus 2008

Askep Kista Ovarii

BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Ovarium merupakan tempat yang umum bagi kista, yang dapat merupakan pembesaran sederhana konstituen ovarium normal, folikel graft, atau korpus luteum, atau kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium.

Pasien dapat melaporkan atau tidak melaporkan nyeri abdomen akut atau kronik. Gejal-gejala tentang rupture kista menstimulasi berbagai kedaruratan abdomen akut, seperti apendisitis, atau kehamilan ektopik. Kista yang lebih besar dapat menyebabkan pembengkakan abdomen dan penekanan pada organ-organ abdomen yang berdekatan.

Pengobatan kista ovarium yang besar biasanya adalah melalui tindakan bedah. Jika ukuran lebar kista kurang dari 5 cm, dan tampak terisi oleh cairan atau fisilogis pada pasien muda yang sehat, kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium dan menghilangkan kista. Sekitar 98 % lesi yang terjadi pada wanita yang berumur 29 tahun dan yang lebih muda adalah jinak. Setelah usia 50 tahun, hanya 50 % yang jinak. Perawatan pascaoperatif setelah pembedahan untuk mengangkat kista ovarium adalah serupa dengan perawatan setelah pembedahan abdomen, dengan satu pengecualian. Penurunan tekanan intraabdomen yang diakibatkan oleh pengangkatan kista yang besar biasanya mengarah pada distensi abdomen yang berat. Komplikasi ini dapat dicegah sampai suatu tingkat dengan memberikan gurita abdomen yang ketat.

Dari uraian di atas, maka penulis ingin mengetahui lebih banyak bagaimana asuhan keperawatan yang diberikam pada penderita kistoma ovari.

2. Tujuan Umum

Diharapkan mahasiswa mampu memberikan asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovari

3. Tujuan Khusus

a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kista ovari

b. Mampu menemukan masalah keperawatan pada klien dengan kista ovari

c. Mampu merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari

d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan kista ovari

e. Mampu mengevaluasi tindakan yang sudah dilakukan pada klien dengan kista ovari

f. Mampu mengidentifikasi factor-faktor pendukung, penghambat serta dapat mencari solusinya.

g. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk narasi.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

  1. DEFINISI
  • Kista adalah suatu jenis tumor, emyebab pastinya sendiri belum diketahui, diduga seringnya memakai kesuburan. (Soemadi, 2006)
  • Kista adalah suatu jenis tumor berupa kantong abnormal yang berisi cairan atau benda seperti bubur (Dewa, 2000)
  • Kista adalah suatu bentukan yang kurang lebih bulat dengan dinding tipis, berisi cairan atau bahan setengah cair (Sjamsuhidajat, 1998).
  • Kista adalah pembesaran suatu organ yang di dalam berisi cairan seperti balon yang berisi air. Pada wanita organ yang paling sering terjadi Kista adalah indung telur. Tidak ada keterkaitan apakah indung telur kiri atau kanan. Pada kebanyakan kasus justru tak memerlukan operasi. (http:// suara merdeka.com)

  1. SIFAT KISTA
    1. Kista Fisiologis

Kista yang bersifat fisiologis lazim terjadi dan itu normal normal saja. Sasuai suklus menstruasi, di ovarium timbul folikel dan folikelnya berkembang, dan gambaranya seperti kista. Biasanya kista tersebut berukuran dibawah 5 cm, dapat dideteksi dengan menggunakan pemeriksaan USG, dan dalam 3 bulan akan hilang. Jadi ,kista yang bersifat fisiologis tidak perlu operasi, karena tidak berbahaya dan tidak menyebabkan keganasan, tetapi perlu diamati apakah kista tersebut mengalami pembesaran atau tidak.

Kista yang bersifat fisiologis ini dialami oleh orang di usia reproduksi karena dia masih mengalami menstruasi. Bila seseorang diperiksa ada kista, jangan takut dulu, karena mungkin kstanya bersifat fisiologis. Biasanya kista fisiologis tidak menimbuklkan nyeri pada saat haid.

    1. Kista Patologis (Kanker Ovarium)

Kista ovarium yang bersifat ganas disebut juga kanker ovarium. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian terbanyak dari semua kanker ginekologi. Angka kematian yang tinggi karena penyakit ini pada awalnya bersifat tanpa gejala dan tanpa menimbulkan keluhan apabila sudah terjadi metastasis, sehingga 60-70% pasien dating pada stadium lanjut, penyakit ini disebut juga sebagai silent killer. Angka kematian penyakit ini di Indonesia belum diketahui dengan pasti.

Pada yang patologis, pembesaran bisa terjadi relative cepat, yang kadang tidak disadari si penderita. Karena, kista tersebut sering muncul tanpa gejala seperti penyakit umumnya. Itu sebabnya diagnosa aalnya agak sulit dilakukan. Gejala gejala seperti perut yang agak membuncit serta bagian bawah perut yang terasa tidak enak biasanya baru dirasakan saat ukuranya sudah cukup besar. Jika sudah demikian biasanya perlu dilakukan tindakan pengangkatan melalui proses laparoskopi, sehingga tidak perlu dilakukan pengirisan di bagian perut penderita. Setelah di angkat pemeriksaan rutin tetap perlu dilakukan untuk mengetahui apakah kista itu akan muncul kembali atau tidak.

Ada lagi jenis kista abnormal pada ovarium. Jenis ini ada yang bersifat jinak dan ganas. Bersifat jinak jika bisa berupa spot dan benjolan yang tidak menyebar. Meski jinak kista ini dapat berubah menjadi ganas. Sayangnya sampai saat ini, belum diketahui dengan pasti penyebab perubahan sifat tersebut.

Kista ganas yang mengarah ke kanker biasanya bersekat sekat dan dinding sel tebal dan tidak teratur. Tidak seperti kista fisiologis yang hanya berisi cairan, kista abnormal memperlihatkan campuran cairan dan jaringan solid dan dapat bersifat ganas.

  1. JENIS KISTA

Jenis kista indung telur meliputi:

  1. Kista Fungsional.

Sering tanpa gejala, timbul gejala rasa sakit bila disertai komplikasi seprti terpuntir/ pecah, tetapi komplikasi ini sangat jarang. Dan sangat jarang pada kedua indung telur. Kista bisa mengecil dalam waktu 1-3 bilan.

  1. Kista Dermoid.

Terjadi karena jaringan dalam telur yang tidak dibuahi kemudian tumbuh menjadi beberapa jaringan seperti rambut, tulang, lemak. Kista dapat terjadi pada kedua indung telur dan biasanya tanpa gejala. Timbul gejala rasa sakit bila kista terpuntir/ pecah.

  1. Kista Cokelat. (Edometrioma)

Terjadi karena lapisan didalam rahim (yang biasanya terlepas sewaktu haid dan terlihat keluar dari kemaluan seperti darah); tidak terletak dalam ragim tetapi melekat pada dinding luar indung telur. Akibat peristiwa ini setiap kali haid, lapisan tersebut menghasilakan darah haid yang akan terus menerus tertimbun dan menjadi kista. Kista ini bisa 1 pada dua indung telur. Timbul gejala utama yaitu rasa sakit terutama sewaktu haid/ sexsuale intercourse.

  1. Kistadenoma.

Berasal dari pembungkus indung telur yang tumbuh menjadi kista. Kista jenis ini juga dapat menyerang indung telur kanan dan kiri. Gejala yang timbul biasanya akibat penekanan pada bagian tubuh sekitar seperti VU sehingga dapat menyebabkan inkontinensia. Jarang terjadi tetapi mudah menjadi ganas terutama pada usia diatas 45 tahun atau kurang dari 20 tahun.

Contoh Kistadenoma;

Kistadenoma ovarii serosum.

Berasal dari epitel germinativum. Bentuk umunya unilokuler, bila multilokuler perlu dicurigai adanya keganasan. Kista ini dapat membesar, tetapi tidak sebesar kista musinosum.

Gambaran klinis pada kasus ini tidak klasik. Selain teraba massa intraabdominal, dapat timbul asites. Penatalaksanaan umumnya sama seperti Kistadenoma ovarii musinosum.

Kistadenoma ovarii musinosum.

Asal kista belum pasti. Menurut Meyer, kista ini berasal dari teratoma, pendapat lain mengemukakan kista ini berasal dari epitel germinatifum atau mempunyai asal yang sama dengan tumor Brener. Bentuk kista multilobuler, biasanya unilatelar dapat tumbuh menjadi sangat bersar.

Gambaran klinis terdapat perdarahan dalam kista dan perubahan degeneratif sehingga timbul pelekatan kista dengan omentum, usus dan peritoneum parietal. Selain itu, bisa terjadi ileus karena perlekatan dan produksi musin yang terus bertambah akibat pseudomiksoma peritonei.

Penatalaksanaan dengan pengangkatan kista tanpa pungsi terlebih dahulu dengan atau tanpa salpingo ooforektomi tergantung besarnya kista.

  1. ETIOLOGI

Factor yang menyebabkan gajala kista meliputi;

    1. Gaya hidup tidak sehat.

Diantaranya;

      1. Konsumsi makanan yang tinggi lemak dan kurang serat
      2. Zat tambahan pada makanan
      3. Kurang olah raga
      4. Merokok dan konsumsi alcohol
      5. Terpapar denga polusi dan agen infeksius
      6. Sering stress
    1. Faktor genetic.

Dalam tubuh kita terdapat gen gen yang berpotensi memicu kanker, yaitu yang disebut protoonkogen, karena suatu sebab tertentu, misalnya karena makanan yang bersifat karsinogen , polusi, atau terpapar zat kimia tertentu atau karena radiasi, protoonkogen ini dapat berubah menjadi onkogen, yaitu gen pemicu kanker.

  1. TANDA DAN GEJALA

Kebanyakan wanita dengan kanker ovarium tidak menimbulakan gejala dalam waktu yang lama. Gejala umumnya sangat berfariasi dan tidak spesifik.

Pada stadium awal gejalanya dapat berupa;

        • Gangguan haid
        • Jika sudah menekan rectum atau VU mungkin terjadi konstipasi atau sering berkemih.
        • Dapat terjadi peregangan atau penekanan daerah panggul yang menyebabkan nyeri spontan dan sakit diperut.
        • Nyeri saat bersenggama.

Pada stadium lanjut;

  • Asites
  • Penyebaran ke omentum (lemak perut) serta oran organ di dalam rongga perut (usus dan hati)
  • Perut membuncit, kembung, mual, gangguan nafsu makan,
  • Gangguan buang air besar dan kecil.
  • Sesak nafas akibat penumpukan cairan di rongga dada.

  1. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

Deteksi dini

Keterlambatan mendiagnosis kanker ovarium sering terjadi karena letak ovarium berada didalam rongga panggul sehingga tidak terlihat dari luar. Biasanya kanker ovarium ini di deteksi lewat pemeriksaan dalam. Bila kistanya sudah membesar maka akan terabab ada benjolan. Jika dokter menemukan kista, maka selanjutanya akan dilakukan USG untuk memastikan apakah ada tanda tanda kanker atau tidak.

Kemudian dibutuhkan pemeriksaan lanjutan dengan mengambil jaringan (biopsy) untuk memastikan kista tersebut jinak atau ganas. Ini bisa dilakukan dengan laparskopi, melalui lubang kecil di perut. Pemeriksaan lainnya dengan CT Scan dan tumor marker dengan pemeriksaan darah.

  1. PENATALAKSANAAN

Penderita kanker ovarium stadium dini dapat ditangani dengan operasi yang kemudian dilanjutkan dengan terapi. Bila kanker ovarium telah memasuki stadium lanjut baru di lakukan kemoterapi atau radiasi.

      1. Pengkajian.

Pengkajian umum kista:

        • Ada tidaknya keluhan nyeri diperut bagian bawah?
        • Ada tidaknya gangguan BAB dan BA?
        • Ada tidaknya asites?
        • Ada tidaknya perut membuncit?
        • Ada tidaknya gangguan nafsu makan?
        • Ada tidaknya kembung?
        • Ada tidaknya sesak nafas?

Pengkajian diagnostic kista:

  • USG : Ada tidaknya benjolan berdiameter > 5 cm
  • CT Scan: Ada tidaknya benjolan dan ukuran benjolan.
      1. Nursing Care Plan

Diagnosa yang muncul

  1. Gangguan harga diri berhubungan dengan masalah tentang ketidaknyamanan mempunyai anak, perubahan feminimitas dan efek hubungan seksual.
  2. Disfungsi seksual, resiko tinggi terhadap kemungkinan pola respon seksual, contoh ketidaknyamanan / nyeri vagina.
  3. Eliminasi urinarius, perubahan / retensi berhubungan dengan adanya edema pada jaringan local.
  4. Nyeri berhubungan dengan prases penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen

Jika diagnosa yang diambil adalah nyeri berhubungan dengan proses penyakit (penekanan/kompresi) jaringan pada organ ruang abdomen maka :

Tujuan.

Klien dapat mengontrol nyeri yang dirasakan/nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan.

Kriteria hasil :

  • Klien mengatakan nyeri hilang/berkurang .
  • Ekspresi wajah rileks
  • Klien dapat menggambarkan keadaan nyeri minimal atau tidak ada.
  • Klien mampu melakukan teknik relaksasi dan distraksi saat nyeri timbul.
  • Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi:

  1. Identifikasi karakteristik nyeri dan tindakan penghilang nyeri

R : informasi memberikan data dasar untuk evaluasi kebutuhan /keefektifan intervensi.

  1. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung), hiburan dan lingkungan.

R : meningkatkan relaksasi dan membentu pasien focus kembali ke perhatian

  1. Ajarkan teknik relaksasi

R : partisipasi pasien secara aktifdan meningkatkan rasa kontrol

  1. Kembangkan rencana manajemen nyeri antara pasien dan dokter

R : mengembangkan kesempatan control nyeri

  1. Berikan analgesic sesuai resep.

R : mengurangi nyeri



Daftar Pustaka

    • Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC. 2000.

    • Mansjoer, Arif dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta: Media Aesculapius. 2000.

Minggu, 24 Agustus 2008

bedah kandungan

dalam bedah kandungan ini berisi tentang masalah-masalah dalam kehamilan diataranya kehamilan ektopik, myoma uteri, kista ovari dan lain-lainnya.